KabarTifa- Penundaan tarif impor oleh Presiden Trump sempat memberikan angin segar bagi pasar global, indeks saham Eropa pun meroket. Namun, Bitcoin (BTC) justru tak mampu memanfaatkan momentum ini. Setelah sempat menyentuh angka US$ 110.000, harga BTC terkoreksi dan kini berada di sekitar US$ 108.000, hanya 2,6 persen di bawah rekor tertinggi sebelumnya, US$ 111.957. Mengapa Bitcoin gagal menembus ATH baru?
Meskipun demikian, struktur pasar BTC tetap terlihat kokoh. Minat institusional terhadap Bitcoin masih sangat kuat, dan data derivatif menunjukkan sentimen bullish yang dominan. Melansir dari cointelegraph.com, premium futures BTC pada 26 Mei lalu naik dari 6,5 persen menjadi 8 persen, masih berada di zona netral (5-10 persen). Bandingkan dengan saat BTC menembus US$ 100.000 di Desember 2024, premium futures kala itu mencapai 20 persen, mengindikasikan potensi overheating yang lebih tinggi.

Pasar opsi juga menunjukkan optimisme. Skew Delta opsi Bitcoin turun ke -6 persen, menunjukkan diskon pada put options (jual), sebuah sinyal kuat bahwa pasar masih didominasi sentimen bullish. Semakin mendekati nol, skew mencerminkan keseimbangan antara minat beli dan jual.
Nvidia, Data Ekonomi, dan Bayang-Bayang Resiko
Kegagalan BTC menembus ATH kemungkinan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal. Pasar tampaknya tengah fokus pada laporan keuangan Nvidia (NVDA) pada 28 Mei mendatang, yang berpotensi menjadi pemicu risiko atau dorongan bagi aset berisiko seperti Bitcoin.
Investor juga menantikan data manufaktur Richmond Fed (28 Mei) dan data inflasi PCE (30 Mei), dua indikator ekonomi penting yang dapat memengaruhi arah pasar jangka pendek. Penurunan 5,1 persen pada aplikasi hipotek pekan lalu juga menjadi sinyal pendinginan ekonomi Amerika yang patut diwaspadai.
Aliran Dana Institusi yang Tak Terhenti
Di tengah ketidakpastian ini, aliran dana institusi ke Bitcoin tetap deras. Perusahaan Strategy milik Michael Saylor kembali membeli BTC senilai US$ 247 juta antara 19-25 Mei, dengan harga rata-rata US$ 106.237. Hal ini semakin memperkuat keyakinan bahwa institusi besar masih melihat BTC sebagai aset strategis.
ETF Bitcoin spot juga mencatat tambahan inflow US$ 2,75 miliar dalam periode yang sama. JPMorgan, melalui CEO Jamie Dimon, mengumumkan akses klien mereka ke ETF spot Bitcoin di Investor Day pada 19 Mei. Langkah ini sangat signifikan mengingat basis dana nasabah JPMorgan mencapai US$ 6 triliun.
Disclaimer: Seluruh konten yang diterbitkan di kabartifa.id bertujuan informatif. Artikel ini bukan nasihat investasi atau saran trading. Sebelum berinvestasi dalam mata uang kripto, lakukan riset menyeluruh karena kripto merupakan aset volatil dan berisiko tinggi. kabartifa.id tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan Anda.
