KabarTifa- Krisis utang AS kian mencekam. Inflasi meroket, defisit membengkak, dan Bitcoin muncul sebagai salah satu benteng pertahanan nilai aset yang tersisa. RUU "Big Beautiful Bill", yang baru saja lolos DPR AS, menambah kekhawatiran. RUU ini, selain berisi kebijakan konservatif seperti perpanjangan pemotongan pajak 2017 dan penghematan di program sosial, juga menaikkan plafon utang hingga US$ 5 triliun.
Proyeksi anggaran jangka panjang semakin mengkhawatirkan. Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan beban utang bisa mencapai US$ 5 triliun jika bunga dihitung. Pendukung RUU berdalih pemotongan pajak akan memicu pertumbuhan ekonomi, namun pengalaman 2017 menunjukkan sebaliknya; pemotongan pajak era Trump justru menambah defisit US$ 1,9 triliun.

Pertumbuhan ekonomi AS pun lesu. Pertumbuhan riil kuartal pertama 2025 tercatat -0,3 persen, dan proyeksi kuartal kedua hanya 3,8 persen. Sina, pendiri 21st Capital, bahkan menyatakan di media sosial X bahwa AS butuh pertumbuhan PDB riil lebih dari 20 persen per tahun selama satu dekade untuk keluar dari krisis utang tanpa pemotongan belanja atau kenaikan pajak – sebuah skenario yang disebutnya "tidak realistis". Ekonom Harvard, Kenneth Rogoff, memprediksi defisit akan tetap di atas 7 persen dari PDB selama masa jabatan Trump, belum termasuk potensi "black swan" ekonomi.
Devaluasi Dolar: Jalan Keluar yang Merusak?
Ray Dalio, dalam bukunya "The Changing World Order," menjelaskan empat solusi krisis utang: penghematan, gagal bayar, redistribusi kekayaan, dan mencetak uang serta devaluasi. Opsi terakhir, meski paling "senyap" secara politik, adalah yang paling merusak. Dan tampaknya, inilah jalan yang sedang ditempuh AS. Dalio mengingatkan, "Kebanyakan orang tidak cukup peduli terhadap risiko mata uang. Mereka hanya fokus apakah aset naik atau turun, bukan apakah mata uang mereka sendiri naik atau turun."
Bitcoin: Bukan Sekadar Spekulasi, Tapi Polis Asuransi?
Jika AS memang mencetak uang dan memicu inflasi, obligasi dan dolar akan kehilangan nilai riil. Inflasi tinggi akan menghancurkan nilai aset tradisional. Di sinilah Bitcoin berperan. Kelangkaan dan ketahanan Bitcoin menjadikannya aset yang mampu mengungguli instrumen tradisional dalam situasi fiskal yang tidak stabil.
Namun, perlu kehati-hatian. Dalam krisis, pemerintah bisa membatasi akses aset kripto melalui produk kustodian seperti ETF. Cara paling aman adalah memegang Bitcoin secara pribadi.
Rogoff menyimpulkan, "Kebijakan fiskal Amerika sedang keluar jalur, dan tidak ada kemauan politik yang nyata dari kedua partai untuk memperbaikinya, sampai krisis besar datang."
Disclaimer: Artikel ini bertujuan informatif dan bukan nasihat investasi atau saran trading. Investasi kripto berisiko tinggi. Lakukan riset sebelum berinvestasi. kabartifa.id tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan Anda.